MAKASSAR – Meningkatnya Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang bekerja diluar negeri seperti Malaysia, menjadi perhatian Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan (Pemprov Sulsel). Terutama pengiriman PMI Unprosedural atau tidak sesuai aturan.
Kepala Bidang Pengembangan Ketenagakerjaan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Sulsel, Nur Eny Yahya mengatakan pengiriman PMI unprosedural menjadi pintu masuk kasus kekerasan hingga masalah lainnya bagi pekerja.
Hal ini terungkap pada Fokus Grup Diskusi (FGD) Serikat Buruh Migran (SBMI) bekerjasama United Nations Development Programme (UNDP) di Fave Hotel Losari, Selasa (6/6/2023) .
Turut hadir Heri Supriyatno selaku Kasubdit Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Direktorat SUPD 4 Kemendagri, Wisnu Hartawan selaku penyusun bahan kebijakan Kementerian Dalam Negeri, Clarissa Tanurahardja selaku Technical Officer UNDP Indonesia dan Hariyanto selaku Ketua Umum SBMI.
Menurut Nur Eny Yahya, angka PMI unprosedural ini sangat tinggi khususnya di Sulsel sehingga dipandang perlu adanya regulasi perlindungan buruh migran melalui kewenangan Pemerintah Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota, hingga Desa.
“Sehingga buruh migran dapat bekerja di luar negeri melalui prosedur dan mendapat perlindungan hukum dari pemerintah, ” kata Nur Eny.
Nur Eny menyebut, selama ini PMI unprosedural punya keinginan bekerja ke luar negeri sesuai aturan dari pemerintah, namun mereka mengeluh harus mengurus administrasi yang sangat berbelit-belit. Sebagian juga tak paham soal prosedur yang benar. Ditambah adanya iming – iming menarik dari para cukong pekerja luar negeri.
“Kami berharap melalui FGD ini, dapat menyusun dan melahirkan rekomendasi yang dapat memudahkan pekerja migran yang ingin bekerja di luar negeri melalui kemudahan layanan. Sehingga tak ada lagi kata buruh migran ke luar negeri tanpa izin dan pulang meminta perlindungan pemerintah, ” paparnya.
Bersama DPRD Sulsel, kata Nur Eny Yahya, Pemprov Sulsel telah membuat Perda yang mengatur Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan telah dibentuk Satgas TPPO. Diharapkan dengan adanya aturan dan satgas ini bisa mengurangi pengiriman PMI unprosedural.
Peneliti SBMI, Dios menambahkan, pemerintah telah mengatur perlindungan buruh migran melalui UU Nonor 18 Tahun 2017 tentang Pekerja Migran Indonesia akan tetapi masih terdapat kendala dalam memaksimalkan perlindungan buruh migran seperti peraturan turunan UU No. 18 Tahun 2017 berupa Peraturan Daerah (Perda).
“Perlu adanya regulasi turunan dari Pemerintah Provinsi hingga Pemerintah Desa terutama dalam hal penganggaran perlindungan PMI. Olehnya itu, kami melakukan FGD agar dapat mendorong regulasi hingga ke tingat desa, ”pungkasnya. (***)